Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Umat Muslim mengakui bahwa
Allah telah menurunkan banyak pewahyuan termasuk Perjanjian Lama dan Baru.
Mereka juga mempercayai bahwa pewahyuan-pewahyuan tersebut digantikan oleh
Al-Quran. Tetapi, orang-orang Muslim hanya mengakui Al-Quran sebagai Firman Allah.
Menurut mereka, orang-orang Yahudi telah mengubah isi Alkitab. Semuanya
bertentangan dengan Al-Quran. Walaupun Al-Quran sendiri telah menyatakan dengan
jelas bahwa Injil dan Taurat adalah “petunjuk, cahaya, serta pengajaran dari
Allah” (Qs 5:46) Lalu, bagaimana dengan kedua bagian Al-Quran yang
bertolak-belakang?
Jawaban Saya: Umat Islam tidak pernah diperintahkan untuk mengakui
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Yang diimani oleh umat Islam adalah Taurat
dan Injil, bukan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Taurat adalah kitab wahyu
dari Allah SWT yang diberikan kepada Nabi Musa AS. Sedangkan Injil adalah kitab
wahyu dari Allah SWT yang diberikan kepada Nabi Isa AS. Kewajiban umat Islam
terhadap Taurat dan Injil, hanyalah mengimani kitab-kitab tersebut. Membenarkan
bahwa kitab-kitab tersebut pernah Allah SWT turunkan kepada Bani Israel sebagai
petunjuk. Tidak ada kewajiban bagi umat Islam untuk menjalankan syariat agama
yang ada di dalam Taurat dan Injil. Umat Islam sekarang ini hanyalah diwajibkan
untuk menjalankan syariat yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Umat Islam tidak
menjalankan syariat yang ada di dalam Taurat dan Injil, bukan semata-mata
karena kitab-kitab tersebut sudah tidak asli lagi. Umat Islam tidak menjalankan
syariat yang ada di dalam Taurat dan Injil, karena kitab-kitab tersebut hanya
terbatas untuk Bani Israel dan terbatas pada waktu tertentu. Dalam hadits
Shahih Nabi Muhammad SAW bersabda;
“Keberadaan kalian di antara umat-umat terdahulu seperti permisalan
antara antara shalat 'ashar hingga matahari terbenam. Pemeluk taurat diberi
taurat dan mereka mengamalkannya hingga pertengahan siang, kemudian mereka
tidak bisa lagi mengamalknnya sehingga diberi satu qirath. Kemudian pemeluk
injil diberi injil dan mereka mengamalkannya hingga shalat 'ashar didirikan
lantas mereka tidak bisa lagi mengamalkannya, dan mereka diberi satu qirath.
Kemudian kalian diberi Al Qur'an dan kalian mengamalkannya hingga matahari
terbenam, lantas kalian diberi dua qirath dua qirath...” (Shahih
Bukhari: 6979)
Arti perumpamaan tersebut bahwa
umat Yahudi diberi Taurat dan mengamalkannya sampai diturunkannya Injil, umat
Nasrani diberi Injil dan mengamalkannya sampai diturunkannya Al-Qur’an,
sementara itu umat Islam diberi Al-Qur’an dan mengamalkannya sampai matahari
terbenam yaitu sampai tiba hari kiamat. Jadi seandainya pun ditemukan Taurat
dan Injil isinya utuh tidak ada kerusakan di dalamnya, maka Taurat dan Injil
sudah tidak berlaku dan Allah SWT tidak akan memberikan pahala sebab
mengamalkannya. Tidak ada pilihan bagi manusia yang hidup di zaman telah
turunnya Al-Qur’an agar dapat selamat, kecuali menerima Islam sebagai agamanya.
Rasulullah SAW, bersabda: “Demi Dzat yang
jiwa Muhammad berada di tangan-Nya, tidaklah seseorang dari umat ini baik
Yahudi dan Nasrani mendengar tentangku, kemudian dia meninggal dan tidak
beriman dengan agama yang aku diutus dengannya, kecuali dia pasti termasuk
penghuni neraka.” (Shahih Muslim: 218)
Mekah dan Madinah
Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Menurut sumber-sumber Islam,
Muhammad pertama kali menerima pewahyuan di Mekah pada 610 M. Pewahyuan ini
bernada damai dan agamawi. “Tidak ada
paksaan untuk (memasuki) agama (Islam). . .” (Qs 2:256). Orang Yahudi dan
Kristen (penerima pewahyuan Allah mula-mula) juga disebut sebagai “Ahli Kitab.”
Perubahan pun muncul ketika Muhammad
hijrah ke Madinah pada satu dekade kemudian. Di sini ia menerima pewahyuan yang
kadang kala disebut “Al-Quran kedua.” Dalam pewahyuan ini, orang-orang Yahudi
dibandingkan dengan kera dan babi (Qs 2:65; 5:60; 7:166). Muhammad juga salah
paham dengan istilah “Anak Allah.” Walau
ini kata kiasan nabi Islam mengartikannya secara literlik. Akibatnya ia
mengutuk mereka yang mempercayai Isa Al-Masih sebagai Anak Allah (Qs 9:30). Setelah
Muhammad wafat, para pengikutnya menggabungkan kedua pewahyuan tersebut ke
dalam satu buku. Tetapi ketiadaan konteks dan kronologi. Jadi ada kesulitan
dalam memahami Al-Quran jika tanpa mempelajari Sunah. Bagaimana orang-orang
Muslim mengatasi kedua bagian yang bertentangan itu?
Jawaban Saya: Banyak tulisan kafir Kristen pemuja Yesus di atas
yang salah dan perlu untuk diluruskan. Mereka mengatakan bahwa Nabi Muhammad
SAW menerima wahyu pertama di Mekkah bernada damai dan agamawi. Contoh ayat
yang mereka anggap diturunkan di Mekkah dan bernada damai adalah firman Allah
SWT;
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah
jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah. (Al-Baqarah: 256)
Ayat tersebut diturunkan ketika ada
seorang wanita yang bersumpah bila ia mempunyai anak maka anaknya tersebut akan
dijadikannya Yahudi. Kemudian ketika Bani Nadhir diusir dari Madinah, di
antara mereka ada anak-anak dari kalangan Ansar. Lalu mereka berkata,
"Kami tidak akan meninggalkan anak-anak kami (untuk masuk Islam)”. Di usirnya
Bani Nadhir dari Madinah terjadi setelah Nabi Muhammad SAW dan umatnya hijrah. Itu
artinya Al-Baqarah: 256 diturunkan di Madinah, bukan di Mekkah seperti yang
dikatakan oleh kafir Kristen pemuja Yesus.
Dari Ibnu Abbas, ia berkata; terdapat seorang wanita yang tidak memiliki
anak karena terus meninggal, kemudian ia bersumpah atas dirinya bahwa apabila
ia memiliki anak yang hidup maka ia akan menjadikannya seorang Yahudi. Kemudian
tatkala Bani Nadhir diusir, diantara mereka terdapat anak-anak orang anshar,
kemudian mereka mengatakan; kita tidak akan meninggalkan anak-anak kita.
Kemudian Allah menurunkan ayat: "Tidak
ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang
benar daripada jalan yang sesat." Abu Daud berkata; Miqlat adalah
wanita yang tidak memiliki anak yang hidup. (Sunan Abu Daud: 2307)
Kafir Kristen pemuja Yesus juga
mengatakan wahyu yang diterima pertama kali oleh Nabi Muhammad SAW di Mekkah
menyebut orang-orang Yahudi dan Nasrani sebagai ahli kitab. Ini juga salah. Karena
dalam seluruh ayat-ayat Al-Qur’an, baik yang turun di Mekkah atau turun di
Madinah, menyebut Yahudi dan Nasrani dengan sebutan ahli kitab.
Doktrin Pembatalan
Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Jika ada dua bagian
bertentangan, bagian yang lebih baru “membatalkan” atau “mengesampingkan”
bagian yang awal. Doktrin ini membuat lebih banyak permasalahan daripada
penyelesaian. Contoh, satu ayat dalam Al-Quran menegaskan doktrin pembatalan
(Qs 2:106), tetapi ayat lain sebelumnya mengatakan “tidak terdapat perubahan
dalam Firman Allah.”
Sebagian orang Muslim mendebat
bahwa Alkitab juga mengajarkan pembatalan. Contohnya, hukum Musa yang
memerintahkan untuk merajam seorang pezina (Taurat, Imamat 20:10). Tetapi Yesus membebaskan seorang wanita yang tertangkap
berzinah (Injil, Rasul Besar Yohanes 8:2-11).
Jawaban Saya: Yang dimaksud oleh kafir Kristen pemuja Yesus di atas
mungkin Nasikh dan Mansukh. Saya akan jelaskan Nasikh dan Mansukh dengan
singkat saja. Nasikh yaitu menghapuskan hukum dari dalil syar’i atau lafazhnya
dengan dalil Al-Kitab dan As-Sunnah yang datang sesudahnya. Mansukh yaitu hukum
dalil syar’i atau lafazhnya yang dihapuskan. Nasikh dan Mansukh bukanlah dua
bagian dari dalil yang bertentangan, karena ke dua dalil diturunkan tidak
bersamaan. Nasikh dan Mansukh dalam Islam bukanlah doktrin, karena bersumber
dari firman Allah SWT di dalam Al-Qur’an;
Ayat mana saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia)
lupa kepadanya, Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding
dengannya. Tidakkah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas
segala sesuatu? (Al-Baqarah: 106)
Kafir Kristen pemuja Yesus
mengatakan bahwa Al-Qur’an menegaskan adanya Nasikh dan Mansukh (Al-Baqarah:
106), tetapi di ayat lainnya Al-Qur’an menyatakan tidak ada perubahan dalam
firman Allah. Saya tidak tahu dengan pasti ayat mana yang di maksud kafir
Kristen pemuja Yesus. Mereka sama sekali tidak menyebut ayat Al-Qur’an mana
yang menyatakan “tidak ada perubahan dalam firman”. Mungkin ayat yang mereka
maksud adalah ayat ini;
Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu
sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu. (Al Fath: 23)
Konteks ayat di atas membicarakan
peperangan yang terjadi antara orang-orang beriman dan orang-orang kafir. Anda dapat
mengetahui konteks ayat tersebut dengan membaca ayat-ayat sebelum dan
sesudahnya. Sunnatullah yang di maksud pada ayat tersebut adalah hukum-hukum dan
peraturan yang Allah SWT tetapkan
terhadap makhluk-Nya, yaitu tidak sekali-kali kekafiran dan keimanan
berhadap-hadapan di suatu medan perang, lalu mereka berperang, melainkan Allah
akan menolong pasukan keimanan dan mengalahkan pasukan kekafiran, serta
meninggikan perkara yang hak dan merendahkan perkara yang batil. Jadi singkat
kata, ayat tersebut tidak ada hubungannya dengan Nasikh dan Mansukh.
Jadi tidak benar kalau kafir
Kristen pemuja Yesus mengatakan Al-Qur’an terdapat dua bagian. Yang mempunyai dua
bagian ya Bible kitab mereka sendiri. Ada Bible Perjanjian Lama dan Bible
Perjanjian Baru. Perjanjian Lama terbagi menjadi banyak kitab-kitab dan
Perjanjian Baru juga terbagi menjadi banyak kitab-kitab. Bahkan Tuhan mereka pun
terbagi menjadi tiga Tuhan.
Sifat Alkitab dan Al-Quran Berbeda
Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Sifat dari Alkitab tidak sama
dengan Al-Quran. Alkitab adalah pewahyuan Allah yang progresif. Setiap ayat,
bagian, dan buku saling berhubungan dan saling memberikan pengertian. Pemakaian
kata-kata figuratif dalam Alkitab, terkadang membuat orang yang membacanya
salah mengerti. Untuk itu, seorang yang membaca Alkitab, perlu memperhatikan
konteks dari ayat yang sedang dibacanya.
Jawaban Saya: Kafir Kristen pemuja Yesus mengatakan Bible adalah
pewahyuan Allah yang progresif. Setiap ayat, bagian, dan buku saling
berhubungan dan saling memberikan pengertian. Padahal kalau saya membaca Bible
sering bingung karena banyaknya ayat-ayat yang bertentangan satu dengan
lainnya. Misalnya pada Injil Yohanes penulisnya mengatakan Yesus satu-satunya orang
yang naik ke sorga, padahal Elia juga naik ke sorga dengan kereta berapi (2
Raja-raja 2:11). Penulis Injil Matius mengatakan Yesus mengutuk pohon ara yang seketika
itu menjadi kering (Matius 21:19), tetapi menurut penulis Injil Markus pohon
ara baru kering di pagi ke esokkan harinya (Markus 11:20). Kisah Para Rasul 9:7
menyatakan teman-teman Paulus mendengar suara Yesus, tetapi menurut Kisah Para
Rasul 22:9 teman-teman Paulus tidak mendengar suara Yesus. Itu hanya sebagian kecil
contoh amburadulnya Bible, masih ada banyak yang seperti itu.
Otoritas Isa Al-Masih Mengampuni Dosa
Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Pada contoh di atas kita
membaca bahwa menurut hukum Musa, seorang wanita yang kedapatan berzinah harus
dirajam. Tapi mengapa Isa Al-Masih justru membebaskannya dari hukuman? Hal ini
dikarenakan Isa Al-Masih benar-benar mengerti maksud hukum Musa – menjadi
penuntun sampai Ia datang. Sebagaimana Kitab Suci Injil menuliskan, “Jadi hukum
Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan
karena iman” (Injil, Surat Galatia 3:24). Sebagai Pencipta, Pemelihara, dan
Penyelamat dunia, Isa Al-Masih memiliki otoritas berdaulat untuk mengampuni
dosa. Dia adalah penebus jiwa.
Jawaban Saya: Maka ahli-ahli
Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepada-Nya seorang perempuan yang
kedapatan berbuat zinah. Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu
berkata kepada Yesus: "Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia
sedang berbuat zinah. Musa dalam hukum
Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian.
Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?". Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Dia, supaya mereka
memperoleh sesuatu untuk menyalahkan-Nya. (Yohanes 8:3-6)
Ketika Yesus sedang mengajar di
Bait Allah, datanglah ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa seorang
perempuan yang kedapatan berbuat zina. Mereka kemudian meminta Yesus untuk
menghukum pezina tersebut menurut hukum Taurat. Di zaman itu, orang yang
kedapatan berbuat jahat harus dihadapkan ke pengadilan untuk menerima putusan
hukuman oleh wali negeri. Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi bermaksud
agar dapat mempersalahkan Yesus. Menghukum sendiri orang yang berbuat jahat
tanpa melalui pengadilan wali negeri adalah pelanggaran dan dapat dikenakan
hukuman. Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi bermaksud menjebak Yesus agar
berbuat salah dengan menghukum sendiri perempuan pezina. Tetapi Yesus
mengetahui niat jahat Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi kepada dirinya.
Yesus kemudian meminta Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang tidak
berdosa untuk melemparkan batu kepada perempuan itu. Tentu saja tidak satu pun
dari mereka yang mau melakukannya, karena mereka sendiri tahu akan resiko yang
mereka tanggung kalau berbuat seperti itu.
Jadi tujuan Yesus tidak mau
menghukum perempuan yang berbuat zina bukanlah karena Yesus mengerti maksud
hukum Musa – menjadi penuntun sampai Ia datang, akan tetapi karena tidak mau
masuk perangkap yang telah disiapkan oleh Ahli-ahli Taurat dan orang-orang
Farisi. Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: “Jadi
hukum Taurat adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita
dibenarkan karena iman” (Galatia
3:24), itu menurut Paulus, sedangkan Yesus sendiri mengatakan hukum Taurat
berlaku sampai lenyap langit dan bumi; Karena
Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu
iota atau satu titikpun tidak akan ditiadakan dari hukum Taurat, sebelum
semuanya terjadi. (Matius 5:18).
Saya yang Muslim sepertinya jauh lebih paham dari pada mereka yang kafir
Kristen, ya.
0 Response to "Mengapa Terdapat "Dua Bagian" Al-Quran?"
Posting Komentar
Pastikan komentar anda tidak keluar dari topik, komentar di luar itu tidak akan pernah ditayangkan.