Ketika saya tinggal di daerah
Aceh, saya bertetangga dengan seorang guru mengaji. Mereka sudah lama menikah
dan belum mempunyai anak. Kemudian mereka memutuskan untuk mengadopsi bayi
laki-laki. Mereka menjadikan dia sebagai anak sendiri, status dan haknya
seperti anak kandung. Apa yang mereka lakukan itu berakibat fatal, masyarakat
memperkarakan mereka. Sebab hukum Islam melarang untuk mengadopsi anak.
Adopsi Pra-Islam
Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Kebiasaan adopsi adalah tradisi
masyarakat Arab sebelum Islam ada (Hadist Bukhari Jilid 5 hal 335; Jilid 6
nomor 305 dan Jilid 7 nomor 25). Bahkan
Muhammad sendiri pun mengadopsi Zaid bin Haritsah, sehingga dipanggil dengan
nama Zaid bin Muhammad. Pada masa itu adopsi dilakukan terhadap anak-anak yatim
dan yang kurang mampu. Anak yang diadopsi dipakaikan nama ayah angkatnya.
Mereka juga berhak mendapatkan warisan, dan dilarang menikah dengan keluarga
barunya meskipun sebenarnya mereka tidak sedarah. Maka dapat disimpulkan, bahwa
sebenarnya ini adalah tradisi dan kebiasaan yang baik dan mulia orang-orang
Arab pra-Islam. Lalu mengapa akhirnya Islam melarang adopsi untuk dilakukan?
Jawaban Saya: Islam tidak pernah melarang seorang Muslim untuk mengadopsi
seorang anak. Pada zaman sebelum Islam, status anak angkat tidak ada bedanya
dengan anak kandung. Anak angkat pada zaman sebelum Islam dinisbatkan kepada
nama ayah angkatnya, mendapatkan warisan dll. Al-Qur’an diturunkan bukan untuk
mengharamkan mengadopsi anak angkat, tetapi hanya untuk mengatur status anak
angkat. Nabi Muhammad SAW juga mendorong umatnya untuk menanggung kebutuhan
anak yatim, salah satunya dengan cara menjadi orang tua asuh bagi si anak
yatim.
Telah menceritakan kepada kami
Abdullah bin Abdul Wahab dia berkata; telah menceritakan kepadaku Abdul Aziz
bin Abu Hazim dia berkata; telah menceritakan kepadaku Ayahku dia berkata; saya
mendengar Sahl bin Sa'd dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam beliau bersabda:
"Aku dan orang yang menanggung anak
yatim berada di surga seperti ini." Beliau mengisyaratkan dengan kedua
jarinya yaitu telunjuk dan jari tengah." (Shahih Bukhari: 5546)
Larangan Mengadopsi Anak Dalam Islam
Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Inilah dasar dalam Islam yang
merupakan larangan mengadopsi anak. “Dan Allah tidak menjadikan anak-anak
angkatmu sebagai anak kandungmu sehingga anak kandungmu (sendiri), yang
demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu saja. . . . ” (Qs. 33:4-5). Menurut ayat di atas,
perbuatan mengadopsi anak hanyalah ucapan semata. Sama sekali tidak mengandung
konsekwensi untuk menjadikan anak tersebut menjadi anak kandung. Alasannya,
karena anak yang diadopsi adalah keturunan dari ayah yang lain. Sehingga si
anak tidak mungkin memiliki dua ayah sekaligus. Sebenarnya latar-belakang
diturunkannya ayat di atas karena Muhammad hendak menikahi Zainab. Zainab
adalah isteri dari anak angkat Muhammad, yaitu Zaid, dimana hal tersebut
menjadi penghalang bagi rencana Muhammad untuk menikahi Zainab. Ditambah lagi
dalam budaya Arab, menantu wanita bagaikan anak perempuan sendiri, tidak
perduli apakah itu isteri anak angkat atau anak kandung.
Namun demi pernikahan itu,
Muhammad mengatakan satu ayat lagi, “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak
dari seorang laki-laki diantara kamu, tetapi dia adalah Rasullah dan penutup
nabi-nabi. . . . ” (Qs 33:40). Muhammad
dan Zainab pun menikah, dan dia kembali mendapat “wahyu” untuk menguatkan
tindakannya. “Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya
(menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi
orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila
anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada istrinya. . . .
” (Qs 33:37).
Ketetapan dan aturan yang
dijelaskan pada ayat-ayat di atas, membuat hukum yang sebelumnya begitu mulai
untuk mengadopsi anak, menjadi terlarang.
Jawaban Saya: ...Dia tidak
menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian
itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya
dan Dia menunjukkan jalan (yang benar). Panggilah mereka (anak-anak angkat itu)
dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka; itulah yang lebih adil pada sisi
Allah...( Al Ahzab: 4-5)
Kafir Kristen pemuja Yesus
mengatakan latar belakang diturunkannya ayat di atas karena Muhammad hendak
menikahi Zainab, itu sama sekali tidak benar. Ayat tersebut diturunkan berkenaan
dengan Zaid ibnu Haris'ah RA maula Nabi SAW. Dahulu Nabi mengangkatnya sebagai
anak sebelum beliau menjadi nabi, dan dahulu ia dikenal dengan sebutan 'Zaid
anak Muhammad'. Maka Allah berkehendak akan menghapuskan penisbatan ini melalui
firman-Nya: dan Dia tidak menjadikan
anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu. (Al-Ahzab: 4). Jadi sangat jelas bahwa ayat tersebut diturunkan untuk
menghapus penisbatan anak angkat terhadap ayah angkatnya, bukan agar Nabi
Muhammad SAW dapat menikahi Zainab.
Dan (ingatlah), ketika kamu
berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu
(juga) telah memberi nikmat kepadanya: "Tahanlah terus isterimu dan
bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu
apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang
Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah
mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu
dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini)
isteri-isteri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah
menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu
pasti terjadi. (Al Ahzab: 37)
Ayat di atas berhubungan dengan
Zaid bin Haritsah yang berkeinginan untuk menceraikan istrinya setelah
menjalani satu tahun pernikahan. Zaid bin Haritsah adalah mantan budak yang
dibebaskan oleh Rasulullah SAW kemudian di angkat sebagai anak. Rasulullah SAW
menikahkan Zaid bin Haritsah dengan putri bibinya yang bernama Zainab bin Jahsy
al-Asadiyyah. Zaid dan Zainab hidup berumah tangga kurang lebih satu tahun.
Kemudian terjadi sesuatu di antara keduanya. Maka Zaid mengeluhkan hal tersebut
kepada Rasulullah SAW, maka beliau berkata kepada Zaid: “Tahanlah terus
isterimu dan bertakwalah kepada Allah”. Nabi Muhammad SAW memperoleh
kabar dari Allah SWT bahwa Dia akan menikahkannya dengan Zainab setelah
bercerai dengan Zaid. Memperoleh kabar dari Allah SWT seperti ini, Rasulullah SAW
menyembunyikannya dalam hati karena takut akan di cemooh oleh orang-orang,
sebab tabu dalam tradisi Arab zaman itu menikahi janda anak angkat sendiri.
Dari penjelasan di atas, sangat
terlihat Nabi Muhammad SAW tidak mempunyai keinginan sedikit pun untuk
mengambil istri anak angkatnya sendiri. Ketika Zaid mengeluhkan
pernikahannya dengan Zainab, Rasulullah SAW justru menghimbau Zaid untuk tetap
mempertahankan pernikahannya dengan Zainab. Sikap Nabi Muhammad SAW
tersebut tidak mungkin muncul jika Nabi SAW memang mempunyai keinginan untuk
mengambil istri anak angkatnya. Nabi Muhammad SAW tidak ingin Zaid dan Zainab
bercerai, tetapi Allah SWT memiliki kehendak-Nya sendiri. Nabi Muhammad SAW
tidak dapat dikatakan mengambil istri orang lain karena Zainab saat dinikahi
Rasulullah SAW telah berstatus janda. Perceraian yang terjadi antara Zaid dan
Zainab pun terjadi karena ketidakcocokan keduanya, bukan karena rekayasa Nabi
Muhammad SAW. Tuduhan kafir Kristen pemuja Yesus tentang pernikahan Nabi
Muhammad SAW dan Zainab sudah saya jawab di tempat lain, anda dapat membaca Isa
Al-Masih, Bukan Muhammad, Hakim Dan Pembela Di Pengadilan Akhir.
Pandangan Alkitab Tentang Adopsi
Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Adopsi (huiothesia) menyatakan
secara formil dan secara hukum, bahwa seseorang yang bukan anak sendiri untuk
selanjutnya diperlakukan, dirawat sebagai anak sendiri, termasuk mendapatkan
hak warisan. Dalam Alkitab terdapat penjelasan tentang nilai-nilai adopsi dan
beberapa kisah adopsi. Seperti Nabi Musa yang diadopsi puteri Firaun. “Ketika
anak itu telah besar, dibawanyalah kepada puteri Firaun yang mengangkatnya
menjadi anaknya, dan menamainya Musa, sebab katanya: “Karena aku telah
mengambil dari air” (Taurat, Kitab Keluaran 2:10). Dan kemudian Musa menjadi hamba Allah yang
setia dan terpuji.
Ada Ester, seorang puteri yang
diadopsi oleh sepupunya setelah orang tuanya meninggal. “Ketika Ester-anak
Abihail, yakni saudara ayah Mordekhai yang mengangkat Ester sebagai
anak-mendapat giliran untuk masuk menghadap raja” (Kitab Ester 2:15). Ester
mendapat kasih sayang dari raja, sehingga dia diangkat menjadi ratu. Dan Allah
memakai dia untuk membawa pembebasan bagi bangsa Yahudi.
Jawaban Saya: Kafir Kristen pemuja Yesus memberikan contoh
kisah-kisah adopsi di dalam Bible Perjanjian Lama. Mereka mengatakan bahwa
adopsi di dalam Bible Perjanjian Lama membolehkan anak angkat mendapat hak-hak
sebagaimana anak kandung. Tetapi itu hanya ada dalam kisah-kisah Bible
Perjanjian Lama. Sedangkan bagi kafir Kristen pemuja Yesus, hukum Taurat dan
kitab para Nabi sudah tidak berlaku lagi dengan di salib dan bangkitnya Yesus
dari kubur. Menurut Paulus, hukum Taurat hanya berlaku sebagai penuntun sampai
datangnya Yesus (Galatia 3:24). Di suratnya yang lain, Paulus juga mengatakan; sebab dengan mati-Nya sebagai manusia Ia
telah membatalkan hukum Taurat dengan segala perintah dan ketentuannya
untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan
dengan itu mengadakan damai sejahtera” (Efesus 2:15). Itu artinya, kafir
Kristen pemuja Yesus sudah tidak lagi berhak mengklaim hukum Taurat dan kitab
para Nabi sebagai ajaran Kristen.
Adopsi Gambaran Allah Dengan Orang Percaya
Kafir Kristen pemuja Yesus menulis: Dalam pengertian rohani, adopsi
memiliki makna yang sangat penting. Sebab hal inilah yang diambil dan dilakukan
Allah atas manusia berdosa yang telah memisahkan manusia dengan Allah. “Karena
semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah” (Injil,
Surat Roma 3:23). Maka Allah mengambil inisiatif untuk mengadopsi orang yang
percaya kepada Isa Al-Masih sebagai anak-anak rohani Allah. Kitab suci menulis,
“Tetapi semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak
Allah, yaitu mereka yang percaya dalam namaNya; orang-orang yang bukan
diperanakkan bukan dari darah atau dari daging, bukan pula secara jasmani oleh
keinginan seorang laki-laki, melainkan dari Allah” (Injil, Rasul Besar Yohanes
1:12-13).
Ketika seseorang membuka hati
kepada Isa Al-Masih sebagai Juruselamat, dan mengalami kelahiran baru secara
rohani, maka Allah memberi hak dan kuasa baginya untuk menjadi anak-anak Allah
secara rohani. Sebagai anak, dia masuk dalam keluarga Allah dan diangkat
menjadi anak seutuhnya. Allah tidak akan pernah membatalkan status dan hak
waris orang percaya tersebut.
Jawaban Saya: Roma itu surat kiriman Paulus dan Paulus sendiri
telah mengakui segala ucapannya bukan menurut firman Tuhan, tetapi ucapan
seorang yang bodoh: Apa yang aku katakan, aku mengatakannya bukan
sebagai seorang yang berkata menurut firman Tuhan, melainkan sebagai seorang
bodoh yang berkeyakinan, bahwa ia boleh bermegah (2Korintus 11:17).
Jadi tidak ada gunanya terus-terusan mempercayai ucapan Paulus. Injil Yohanes
1:12-13 menyebut orang yang percaya kepada Yesus akan diberi kuasa supaya
menjadi anak-anak Allah, itu menurut pengarang Injil Yohanes. Sedangkan menurut
Yesus, yang akan menjadi anak-anak Allah adalah mereka yang membawa damai (Matius
5:9), bukan hanya yang percaya Yesus saja. Yang patut dipikirkan kemudian,
apakah cukup dengan percaya Yesus dan menjadi anak-anak Allah maka akan pasti
masuk surga? Saya yakin, tidak!
Bagaimana pun juga umat Islam
lebih suka menjadi hamba Allah SWT dan sama sekali tidak tertarik untuk menjadi
anak Allah. Karena kami tahu, orang-orang yang menyatakan dirinya sebagai
anak-anak Allah, telah dipastikan akan di siksa-Nya di dalam neraka;
Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: "Kami ini adalah
anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya." Katakanlah: "Maka mengapa
Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?" tetapi kamu adalah
manusia(biasa) di antara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni bagi
siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
Kepunyaan Allah-lah kerajaan antara keduanya. Dan kepada Allah-lah kembali
(segala sesuatu). (Al Maa'idah: 18).
0 Response to "Adopsi, Tindakan Mulia Yang Dilarang"
Posting Komentar
Pastikan komentar anda tidak keluar dari topik, komentar di luar itu tidak akan pernah ditayangkan.